Màmiê ingat candaan sohib màmiê, iccang yang sekarang sudah menetap di Jepang. Orangnya memang lucu dan kocak, dan selalu melihat kehidupan dari sisi homor.

“Perkawinan adalah situasi dimana orang berebut masuk di dalamnya dan setelah di dalam orang pun berebut untuk keluar” begitu katanya sambil menggoda

Yah memang sih kalau dilihat keadaan sekarang dimana perkawinan rata-rata menjadi ajang coba-coba. Kawin cerai sudah bukan aib lagi. Cerai pun kadang cukup dengan alasan “tidak ada kecocokan lagi”. Beberapa kali malah màmiê dalam menjalani perkawinan juga mengalami titik kritis, tetapi alhamdulillah hingga kini masih bisa bertahan sebagai keluarga.

Ketidakcocokan harusnya bukan sebagai alasan untuk bercerai. Karena sulit bagi kita untuk mencocokkan dua pribadi yang berbeda.

Terbetik di pikiran màmiê kenapa kita dianjurkan untuk menikah. Pada saat sendiri memang terasa nikmat. Banyak hal yang bisa kita lakukan berdasarkan kesukaan kita sendiri. Ngatur waktu sendiri berbuat sesuatunya sendiri dan tidak ada yang keberatan atau memberatkan. Tetapi apakah itu baik?

Bagi yang menikmati itu pastilah merasakan “enjoy” tetapi pernah kah kepikiran bahwa kesendirian memicu egoisme kita? Kesendirian jarang akan membawa kita pada keadaan dimana kita harus melayani, bersabar dan bertahan.

Formula yang màmiê pikirkan sebagai berikut:

Sendiri = kesabaran 0%
Menikah = kesabaran 50% (berlaku bagi suami dan istri)
Anak 1 = kesabaran 75%
Anak 2 = kesabaran 87%
Dst…

Semakin banyak anggota keluarga semakin kita menyisihkan kepentingan diri sendiri. Dan itu adalah kesempatan untuk belajar bersabar dan menekan kepentingan diri diatas kepentingan keluarga.

Kenapa berhikmat/melayani itu sangat dibutuhkan dalam perkawinan? Karena itu melatih kesabaran. Perkawinan adalah ajang latihan untuk dirisendiri, menekan keegoisan untuk bersabar.

Beberapa kali pernah màmiê berpikir.. Ah enaknya kalau sendiri bisa kesana kemari tanpa ada yg melarang atau marah. Suka-suka hati ini. Sekarang màmiê baru menyadari bahwa itulah hidup yang kita alami untuk latihan diri

Semakin besar ketidakcocokan semakin ekstra kesabaran dibutuhkan. Dan itu adalah pelajaran menuju hidup yg diberkahi oleh Allah.

Seperti saat ini màmiê membiasakan diri untuk ditinggal sendiri dan bertanggung jawab dengan anak-anak, dimana suami keluar untuk belajar agama dengan bergabung dalam jamaah tabligh

Kesabaran ekstra dari diri dan lingkungan, harus màmiê jalani. Namun màmiê yakin, Allah tidak akan membiarkan màmiê sendiri. Karena memang màmiê sudah merasakan manfaatnya dimana suami telah mengabdikan diri untuk kepentingan seluruh umat menghidupkan sunnah-sunnah Nabi dan mengajak saudara-saudara seiman untuk Insya Allah menuju jalan kebahagiaan di hari kemudian. Amin

Semoga màmiê diberi kesabaran dalam menjalankan hidup perkawinan ini. Amin.